Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Penyebab Anak Menjadi Nakal

Written By Unknown on Friday, September 9, 2011 | 9/09/2011 02:26:00 PM

Bejo in Action
Kenakalan, sebenarnya adalah hal yang normal bagi anak-anak dalam tahap perkembangan kanak-kanak. Mereka sedang belajar untuk mengontrol tubuh mereka sendiri, memahami lingkungan sekitarnya, serta belajar nilai-nilai dalam keluarga dan masyarakat. Mereka banyak melakukan percobaan (eksperimen) terhadap sesuatu yang menarik perhatian dan belum mereka ketahui: bagian tubuh, hewan-hewan, perkakas di rumah, tumbuh-tumbuhan dan obyek-obyek lainnya. Sayangnya, dalam bereksperimen mereka sering lalai dan ceroboh, hasilnya, eksperimen mereka sering kali membuat orang tua dan orang di sekitarnya menjadi jengah dengan ulah mereka: kotoran berserakan, perkakas berantakan, baju belepotan, perabot pecah, jatuh saat berlari, sampai konflik sesama anak-anak.

Terang saja, menurut Jean Piaget, seorang tokoh psikologi, mereka masih berada dalam tahap perkembangan kognitif pra-operasional (sekitar usia 2—7 tahun). Pada tahap ini anak sering kali secara kognitif salah dan irasional dalam memahami sesuatu, kemampuan kognitif (pikiran) mereka masih belum sempurna. Misalnya, anak yang mendapati pakaiannya semakin lama semakin kecil dan tidak pas dipakai, biasanya akan berpikir secara irasional bahwa pakaian itu bisa mengecil jika lama dipakai, padahal sebenarnya bukan pakaian yang menjadi kecil, akan tetapi dialah yang semakin membesar tubuhnya. Mereka juga sering salah dalam menentukan mana yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima secara moral. Kohlberg yang juga seorang tokoh psikologi menyebut anak-anak masih berada dalam tahapan moral pra-konvensional (terjadi kira-kira sebelum usia 9 tahun). Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral anak dikendalikan oleh imbalan/hadiah dan hukuman internal. Anak-anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat, karena jika tidak mereka akan mendapat hukuman. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah dan kesenangan.
Namun, anak yang sering menunjukkan ketidakpatuhan, suka melanggar aturan perilaku baik di rumah maupun di sekolah, seperti suka berkelahi, berbuat rusuh, sulit bekerja sama, kurang ajar, sering gelisah dan berbohong, serta sering menunjukkan temper tantrum (marah, menolak dengan menjerit-jerit) tidak dapat dikatakan normal dalam level perkembangan di mana mestinya ia bisa mematuhi aturan yang ada, yang telah ia ketahui. Anak yang menunjukkan perilaku seperti ini patut diwaspadai oleh orang tua khususnya dan orang yang ada di sekitarnya agar mendapatkan perhatian khusus, dan mendapat penanganan, sehingga anak tersebut tidak terus berkembang menjadi anak yang menyusahkan anggota keluarga lainnya dan lingkungan sekitar. Selain itu anak yang tidak mendapat penanganan yang tepat, besar kemungkinan perilaku tersebut akan di bawa sampai dewasa, jika demikian, maka ia berpotensi menjadi orang yang anti-sosial (suka melawan norma masyarakat, seperti melakukan tindakan kriminal) dan perilakunya menjadi sangat sulit untuk bisa diubah.

Orang tua tidak boleh menganggap anaknya yang sering melakukan ciri-ciri perilaku di atas sebagai sesuatu yang wajar, dan terus-menerus menolerir tindakan yang merugikan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Orang tua, karena berbagai sebab (misalnya karena terlalu sayang), seringkali membuat-buat alasan (rasionalisasi) yang sebenarnya tidak logis agar dapat menerima perilaku anaknya yang melanggar aturan atau perintah itu. Cara orang tua dalam menangani masalah (coping problem) seperti ini akan manjadi bomerang tidak hanya bagi diri orang tua (karena ia akan terus-menerus terusik dan mendapat perlawanan), tetapi juga bagi anaknya. Anak menjadi tidak paham terhadap mana yang boleh/baik/harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh, buruk dan harus ditinggalkan. Alhasil, orang tua turut serta membentuk anaknya menjadi pribadi sulit dikontrol.

Apa Sebabnya?

Sebenarnya perilaku anak yang suka melanggar norma tersebut dipelajari secara terpaksa/tidak sengaja, sebagai cara untuk menunjukkan kontrol anak terhadap perilaku orang tua mereka. Perilaku pembangkangan pada anak memang tidak dapat lepas dari cara orang tua memperlakukan anaknya. Pembentukan perilaku-perilaku pembangkangan oleh anak tersebut terjadi dalam beberapa cara, antara lain:

Pertama. Orang tua memberikan penguat negatif (negative reinforcer; yang justru befungsi memperkuat respon) kepada anak agar ia menghentikan respon negatif akibat adanya stimulus eversif (tidak menyenangkan) yang diberikan orang tua sebelumnya. Keadaan semacam ini disebut “perangkap akibat penguat negatif” (negative reinforcer trap).

Contoh: Orang tua menyuruh anaknya membuang sampah, anak menolak dengan cara menunjukkan temper tantrum (kemarahan yang meledak-ledak, menolak dengan menjerit-jerit), orang tua manarik perintahnya. Maka anak akan mempelajari perilaku membangkang tersebut, kapan-kapan ia akan mengulangi perilaku yang sama untuk melawan perintah orang tua, yaitu dengan cara temper tantrum.

(klik gambar untuk memperbesar)

Contoh lain: ketika berada di tempat perbelanjaan anak melihat ada mainan yang disukainya, ia merengek-rengek kepada ibunya minta dibelikan. Ibunya merasa tak tahan dengan rengekan anaknya dan malu pada orang lain bila anaknya terus-menerus merengek, akhirnya ia mengabulkan permintaan anaknya. Maka anak akan mempelajari perilaku merengek sebagai senjata untuk memaksa orang tuanya menuruti kehendaknya. Kapan-kapan kalau ia menginginkan sesuatu ia akan merengek-rengek agar mendapatkan yang ia inginkan.

Kedua. Terjadi akibat adanya penguat positif (positive reinforcer) yang diberikan oleh orang tua untuk mengatasi respon anak. Biasanya ini akibat pola-pola perhatian dari orang tua: mencari-cari alasan untuk menerima perilaku anak, berusaha memahami dengan cara mendiksusikan hal tersebut pada anak. Keadaan seperti ini disebut sebagai “perangkap penguat positif” (positive reinforcer trap).

Contoh: orang tua menyuruh anaknya mandi, anak menolak, dan ngambek, agar anak tidak ngambek dan bersedia mandi, orang tua merayu anak dengan berjanji akan membelikan sesuatu pada anak, misalnya makanan yang disukai. Maka anak akan mempelajari perilaku membangkang tersebut, kapan-kapan ia akan mengulangi perilaku yang sama untuk melawan perintah orang tua, yaitu dengan mengajukan syarat kepada orang tua.

(klik gambar untuk memperbesar)

Ketiga. Adanya ketidakselarasan dalam pengasuhan (inconsistant parenting). Keadaan ini terjadi sebagai akibat perbedaan standar dalam menilai perilaku anak dari orang-orang yang terlibat dalam pengasuhan. Seperti antara ibu dan ayah, atau kalau pengasuhan tersebut dipegang oleh kakek-nenek si anak, biasanya ketidak-selarasan terjadi antara orang tua dengan kakek-nenek. Pada umumnya standar orang tua lebih ketat bila dibanding dengan kakek-nenek. Pola pengasuhan kakek-nenek kepada cucunya cenderung permisif (serba membolehkan), karena rasa sayang yang lebih besar.

Contoh: anak berkelahi sampai melukai temannya, ayah marahinya dan menghukum anaknya dengan melarangnya bermain selama beberapa hari. Ibu tidak sepakat dengan keputusan ayah, justru membela dan memberikan kasih sayang kepada anaknya, kadang-kadang kalau ayah tidak ada, ia membiarkan anaknya keluar untuk bermain. Kalau demikian keadaannya, maka anak kapan-kapan akan melawan perintah atau hukuman ayahnya karena merasa memiliki pendukung, yaitu ibunya.

Saran untuk Orang Tua

Orang tua harus pandai-pandai mencari cara-cara alternatif agar perintahnya dapat dituruti oleh anak. Orang tua harus berjuang keras memastikan anak melakukan perintah. Orang tua tidak disarankan menarik kembali (membatalkan perintahnya) atau mengurangi beban yang perintahkan, ini akan mempengaruhi persepsi anak kepada orang tua, anak menjadi kurang hormat pada orang tua karena dianggap kurang kewibawaannya. Orang tua yang mudah dikontrol oleh kemauan anaknya, akan menyebabkan terbentuknya karekter anak yang kurang mandiri, egois, kurang toleran dan kurang bisa berempati pada orang lain (empati: menempatkan diri dalam posisi orang lain agar dapat merasakan perasaan, penderitaan atau kesulitan orang lain).

Tentu saja dalam melakukan cara-cara untuk membuat anak melakukan perintah, orang tua perlu melihat keadaan anak, misalnya, anak yang sedang sakit/menunjukkan tanda-tanda sakit atau sangat lelah akibat perjalanan jauh, tidak dapat disamakan dengan anak yang berpura-pura sakit atau berpura-pura kelelahan. Jika demikian, orang tua perlu mempertimbangkan tiga hal, yaitu (1) harus melihat situasi dan kondisi sebelum memberi perintah kepada anak, pastikan anak sanggup melaksanakannya, (2) dalam melakukan cara guna membuat anak menuruti perintahnya, orang tua perlu mempertimbangkan kondisi anak dan mengambil cara yang paling ringan efek sampingnya, (3) tidak perlu memupuk rasa kasihan dalam membebankan tugas tertentu pada anak dalam hal-hal yang dipastikan tidak akan membahayakan jiwa maupun fisik anak, seperti contoh di atas, memerintahkan anak membuang sampah. Selain itu penyamaan persepsi mengenai standar dalam mengasuh anak juga penting untuk dibicarakan antara ayah dan ibu, perlu ada kesepakatan mengenai apa yang boleh/baik/harus dilakukan dan yang mana yang tidak boleh, buruk dan harus ditinggalkan oleh anak. Wallahu a’lam bish-shawaab.

Renungan

Setelah Anda membaca tulisan di atas, maka ada baiknya merenungkan dua terjemahan hadits berikut, semoga ada pelajaran yang dapat diambil.

“Seorang laki-laki adalah penggembala di dalam keluarganya, dan ia bertanggung jawab terhadapa gembalaannya itu. Dan seorang wanita adalah pengembala di dalam rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya itu.” (riwayat al-Bukhari dan Muslim).

“Seseorang yang mendidik anaknya lebih baik daripada bersedekah satu sha’.” (riwayat at-Tirmidzi).

Kamudian setelah Anda telah cukup merenungkannya, maka tuliskanlah hasil renungan Anda itu di atas kertas, simpanlah kertas tersebut, dan jadikan sebagai pengingat di kala Anda mulai lelah dengan keseharian Anda.

Semoga bermanfaat.
Sumber : forget-hiro dot blogspot
9/09/2011 02:26:00 PM | 0 komentar | Read More

Cara Mengatasi Anak Yang Suka Berbicara Jorok dan Kasar

Written By Unknown on Tuesday, September 6, 2011 | 9/06/2011 08:24:00 AM


Pernahkah Anda mendapati atau mendengar kata-kata kasar dan kotor meluncur begitu saja dari mulut si kecil? Kemudian Anda berpikir, padahal tidak ada yang memberikan contoh seperti itu, baik di rumah maupun teman-temannya di sekitar rumah. Apa yang harus Anda lakukan untuk menghadapinya?

Banyak orangtua yang merasa sudah memerhatikan perkembangan dan lingkungan si kecil dengan seksama, tapi tiba-tiba menemukan si kecil melontarkan kata-kata yang kasar dan jorok di hadapan kita. Hal ini tentu sangat mengejutkan karena Anda merasa di rumah tak ada yang berlaku seperti itu. Orangtua pun akan khawatir jika si kecil akan mendapat pengaruh buruk dari lingkungan yang lain dan mulai mencari solusi agar si kecil tak terkontaminasi lebih parah.

Mengapa anak-anak bisa mengatakan kata-kata kasar dan jorok?

1. Karena secara tidak langsung anak-anak menikmati reaksi orang-orang di sekitarnya dan mencontohnya, seperti ia ditertawakan seolah-olah itu lucu dan menghibur, atau diperhatikan dengan rasa kaget dan ingin tahu dari lingkungannya.

2. Anak berkata kasar atau jorok bisa juga karena ia menirunya dari teman di sekolah, sekadar iseng, atau saat ia merasa marah dan mengetahui bahwa kata tadi bisa memancing kekesalan orang lain.

3. Bisa juga karena si kecil sedang mempelajari kata-kata yang baru dan senang dengan bunyi kata itu tanpa mengetahui artinya.
Sangat kaget ketika pulang sekolah, anakku mengucapkan kata-kata seperti itu. Ketika ditanya: "Tahu artinya tidak?" Ia jawab: "Tidak". Kemudian bercerita bahwa anakku hanya ikut-ikutan temannya mengatakan kata tersebut. Dan Alhamdulillah...akhirnya ia mau melupakan kata tersebut meski pelan-pelan.

Ada banyak alasan mengapa anak kita berkata kasar atau jorok.  

Cara mengatasi anak yang suka berbicara kasar dan jorok, yaitu:

1. Perhatikan saat kapan dan apa yang terjadi setelah anak berkata kasar atau jorok. Ini agar kita bisa mengerti alasan si anak.Dengan mengetahui itu, kita akan lebih mudah mengatasinya.

2. Saat anak mengucapkan kata kasar dan jorok, kita bisa bertanya kepada anak, misalnya darimana ia mendapatkan kata tersebut, kata tersebut artinya apa, juga misalnya akibat apa jika kata tersebut diucapkan kepada orang lain, dan sebagainya.

3. Jika anak tidak mengetahui arti dari kata kasar atau jorok tadi, kita dapat memberi tahu artinya secara singkat dan jelas, juga mengenalkan akibatnya jika ia mengucapkan kata-kata itu kepada orang lain.
Anak usia 4 tahun pada umumnya senang mempelajari kata-kata baru, apalagi di usia ini kemampuan berbahasa dan menyerap informasi anak-anak sedang berkembang dengan pesat.

4. Bila ia mengucapkan kata kasar atau jorok karena marah, Anda bisa mengajarkannya dengan memberi tahu kata-kata apa yang boleh diucapkannya ketika ia sedang marah. Anda juga bisa memberi tahu kepada si kecil bahwa kata-kata itu tidak boleh digunakan di dalam keluarga.

5. Ketimbang Anda memberikan hukuman atau peringatan keras kepada anak saat mengucapkan kata kasar atau jorok, lebih baik berikan perhatian saat ia mengucapkan kata-kata yang sopan sehingga ia lebih sering dan senang mengucapkan kata-kata yang baik.

6. Jika kata-kata kasar atau jorok yang diucapkan oleh anak berasal dari sekolah, memindahkannya ke sekolah yang lain tak akan menyelesaikan masalah. Anda tak mungkin menemukan sekolah dan teman-teman yang steril bagi si kecil karena sekolah dan teman merupakan lingkungan sosialisasi anak, di sana pula hal-hal yang dinilai baik dan buruk sangat sulit dipisahkan.

Apalagi pada anak usia 4 tahun, minat untuk mencoba dan mengeksplorasi hal baru sangat tinggi, termasuk mencoba-coba hal yang negatif tanpa ia sadari.

Percayakan ia mengeksplor, mengetahui hal baru, dan melakukan apa yang dapat ia lakukan secara mandiri di lingkungan sosialnya. Batasan-batasan dan aturan, kasih sayang dan perhatian, dukungan dan kepercayaan yang diberikan oleh keluarga setiap harinya justru menjadikan anak untuk tumbuh secara kuat dan baik di lingkungan luar rumah.

Diadaptasi dari tabloid Nova.
Semoga bermanfaat!

Sumber : seputarduniaanak dot blogspot
9/06/2011 08:24:00 AM | 0 komentar | Read More

Bangkit Dari Keterpurukan

Written By Unknown on Thursday, September 1, 2011 | 9/01/2011 08:48:00 PM

Pertanyaan: Saya memiliki gaji/penghasilan yang kecil, namun beban begitu berat, harus membiayai keluarga, orang tua, serta memiliki utang yang harus segera dibayar. Bagaimana saya keluar dari masalah ini?

Ini adalah pertanyaan rangkuman dari beberapa pertanyaan yang masuk kepada kami. Ada tiga penanya yang mengajukan pertanyaan senada diatas. Insya Allah akan saya jawab berdasarkan pengalaman dan ilmu yang saya miliki. Saya yakin, banyak orang yang sedang atau pernah mengalami hal yang sama. Dalam kondisi yang terpuruk, merasa tidak berdaya, sementara tuntutan begitu tinggi. Jika kita tidak bisa menyikapinya dengan baik, kondisi seperti ini memang bisa mengganggu kondisi mental kita.

Sedih, bingung, dan marah sering menyelimuti saat-saat seperti ini. Terutama saat memikirkan orang-orang yang kita kasihi. Mereka kurang makan, kurang bersenang-senang, malah kesedihan yang mereka dapatkan. Ini pasti menyakitkan, bahkan lebih menyakitkan dibandingkan melihat kesengsaraan diri sendiri.
Namun tidak perlu khawatir. Itu adalah bagian dari hidup. Meski tidak dibilang semua, banyak orang, pernah mengalami hal itu. Juga, orang-orang besar pernah mengalami hal yang sama. Termasuk saya, saya pernah mengalami hal yang sama.
Lalu, apa yang harus dilakukan?

Langkah pertama, teruslah berdo’a memohon pertolongan dari Allah. Jangan mengatakan “saya telah berdo’a”. Teruslah berdo’a, karena kadang do’a kita tidak langsung dikabulkan atau kita belum benar-benar serius dalam berdo’a. Jika sampai saat ini do’a masih belum dikabulkan oleh Allah, artinya kita harus lebih khusuk dan lebih sering dalam berdo’a. Jangan lupa iringi dengan ibadah, karena bisa jadi kita berdo’a tetapi kita melupakan ibadah lainnya.

Langkah kedua ialah dengan tawakal secara total. Bukankah harus berusaha? Ya, tentu saja. Nanti kita bahas. Satu per satu donk. Tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah, secara total. Benar-benar tawakal. Berdo’a adalah langkah awal untuk bertawakal.
Jika kita sudah menyerahkan urusan kepada Allah, maka konsekuensinya kita harus mengikuti bimbingan dan petunjuk Allah. Jika ada ide, gagasan, dan peluang, segeralah sambut. Bertindaklah dengan segera, jangan diam. Bisa jadi itu adalah petunjuk dari Allah, bisa jadi itu adalah bentuk pertolongan dari Allah.
Bagaimana jika bukan? Kita tidak pernah tahu sebelum dilaksanakan, sebab kita tidak bisa berkomunikasi dengan Allah. Satu-satunya cara untuk mengetahui ialah dengan cara mencobanya. Bagaimana jika salah? Tidak apa-apa, coba saja. Diam tetap terpuruk, oleh karena itu mendingan mencoba, ada peluang untuk berhasil.

Langkah ketiga ialah bertindaklah. Jika Anda belum atau tidak merasa mendapatkan petunjuk, tetaplah untuk bertindak. Anda harus keluar mencari solusi. Bertindaklah dengan penuh keyakinan karena Anda sudah bedo’a dan bertawakal kepada Allah. Tindakan saat ini berbeda dengan tindakan tanpa do’a dan tawakal.
Apa saja tindakan yang perlu dilakukan saat masih bingung?
  1. Belajar. Bisa dengan cara membuka buku, bertanya kepada orang lain, membaca ebook, artikel, dan apa pun yang bisa Anda pelajari.
  2. Silaturahim. Dalam hadits Nabi saw, jika kita ingin dilapangkan rezeki kita harus menyambung silaturahim. Saya merasakan kebenaran hadits ini. Jangan diam saja. Keluarlah dari rumah, Anda bisa ke masjid atau ke tempat berkumpulnya orang. Bukan berarti Anda harus mengeluh ke semua orang. Tetapi dengan silaturahim Anda bisa mendapatkan ilmu dan peluang.
Langkah keempat ialah bersyukurlah. Ini yang sering dilupakan. Karena merasa sedang terpuruk, pikirnya tidak mendapatkan nikmat. Ini salah besar. Oh ya… sebenarnya kita tahu mendapatkan banyak nikmat, tetapi karena sedang susah, suka lupa bersyukur.
“Tapi nikmat saya sedikit”. Jika memang Anda rasakan nikmat Anda sedikit, kenapa Anda berpikir akan mendapatkan nikmat lebih banyak? Sedikit saja sudah lupa bersyukur, apalagi banyak. Atau, jika saat ini tidak bersyukur, maka tidak ada jaminan setelah mendapatkan nikmat banyak akan bersyukur. Jadi, syukuri nikmat yang Anda miliki, insya Allah akan ditambah.

Insya Allah, jika kita mengikuti langkah-langkah diatas, kita akan bangkit dari keterpurukan dengan bantuan Allah. Saya sudah membuktikannya. Yang penting adalah jangan menyerah, teruslah berdo’a dan berikhtiar, insya Allah, Anda akan bangkit dari keterpurukan.

Sumber : motivasi-islami dot com
9/01/2011 08:48:00 PM | 0 komentar | Read More

Positive Thinking Perlu Dilatih

Mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, punya kata-kata mutiara yang abadi: A pessimist sees the difficulty in every opportunity, an optimist sees the opportunity in every difficulty. Seorang pesimis melihat kesulitan di setiap kesempatan, seorang optimis melihat kesempatan di setiap kesulitan. Tak ada yang berbeda dari objek yang dihadapi si pesimis dan optimis. Yang ada hanyalah cara pandang yang berlainan. Si optimis memandangnya dengan pikiran positif sedangkan si pesimis dengan pikiran negatif.



Memiliki positive thinking memang harus dibiasakan dan dilatih terus-menerus agar suatu saat kelak akan tumbuh menjadi karakter. Tetapi bagaimana menumbuhkan kebiasaan ini? Kiat berikut bisa berguna.

Afirmasi verbal setiap hari
Saat kita menghadapi suatu masalah atau peluang, ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan. Kita merasa bisa mengatasi atau melakukannya, tetapi di sisi lain ragu akan kemampuan kita. Secara teknik, sebenarnya kita sangat mampu mengerjakannya namun ketidakyakinan menarik kita pada sikap yang statis sehingga kita tak melakukan apa-apa.

Menurut sejumlah ahli, cara terbaik mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan afirmasi, yaitu mengucapkan kata-kata positif pada diri kita. Di pagi hari selepas bangun tidur, katakan pada diri kita bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang kita inginkan. Semacam "Kamu bisa!" atau, "Kamu pasti bisa!" Makin keras ucapan kita makin mampu mempengaruhi bawah sadar kita. Lakukan setiap hari sekitar 10 menit.

Gunakan kata positif
Menggunakan kata-kata positif memiliki pengaruh baik. Seorang ahli bernama Dr. Susan Jeffers mengatakan, "Tak masalah apakah kita percaya pada kata-kata atau tidak, tetapi kata-kata itu mempengaruhi alam bawah sadar kita." Jika kita terbiasa menggunakan kata-kata negatif, hasil negatiflah yang kita dapat. Begitu pun, jika kita selalu menggunakan kata positif hasil positif yang akan kita dapat.

Pasang gambar atau tulisannya
Menempelkan visualisasi apa yang kita inginkan akan memberi dampak positif dalam pencapaiannya. Apa yang ingin kita raih, tempelkan gambar atau kata-katanya. Pandangi setiap ada kesempatan, bayangkan apa yang akan kita rasakan saat bisa meraihnya. Ini akan mendorong timbulnya pikiran-pikiran positif.

Penuhi sekeliling kita dengan citra positif
Citra positif ini bisa berupa poster kata-kata motivasi, foto inspirasi, bahkan tulisan afirmasi untuk meyakinkan diri dalam selembar kartu kecil atau kertas tempel yang mudah dilihat. Karena itu beri hiasan ruangan dengan poster atau foto-foto inspirasi yang bisa menggugah keyakinan kita atau menambah semangat. Sekali waktu saat kita sedang stres, tataplah, atau bacalah sehingga kita akan kembali fokus pada keinginan yang sedang kita kejar.

Sering-sering ucapkan "Terima Kasih"
Rasa syukur akan mempengaruhi pikiran kita. Ucapan "Terima Kasih" akan menerbitkan pikiran positif. Namun berapa kali sehari kita mengucapkan "Terima Kasih"? Kita bahkan mungkin lupa mengucapkan terima kasih ketika misalnya, ditolong orang saat terjatuh. Padahal makin sering berterima kasih, makin terbangun pikiran positif.

Dengarkan uraian motivasional
Mendengarkan paparan motivasional akan membangun pikiran positif. Kita bisa mendengar acara motivasional di radio atau menyetel CD motivasional saat sedang menyetir di perjalanan. Hal akan menjadi semacam "pengisian baterai" untuk mental kita.

Positive thinking tidak lahir dengan sendirinya, kita harus rajin melatihnya.
Sumber : andriwongso dot com
9/01/2011 04:35:00 PM | 2 komentar | Read More