ARISAN QURBAN; BOLEHKAH ?
oleh: Ahmad Sarwat, Lc
Ada lagi pola berqurban yang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat,
yaitu arisan qurban. Fenomena ini cukup banyak terjadi akhir-akhir ini.
Tujuannya tentu untuk ibadah, tetapi bagaimana dengan hukumnya, tentu
harus dibahas dengan lebih teliti.
Setidaknya ada dua hal yang perlu dibahas. Pertama, hukum arisan itu
sendiri, ada yang halal dan ada yang haram. Kedua, hukum menyembelih hewan
qurban dengan uang hutang.
1. Hukum Arisan
Prinsipnya, kalau sistem dan tata cara arisan itu halal, maka hukumnya
cenderung jadi halal juga. Sebaliknya, bila sistem arisannya haram, karena
mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat Islam, maka arisan
Qurban pun hukumnya haram juga.
Ada begitu banyak sistem dan tata cara arisan, kita tidak bisa langsung
mengeluarkan vonis bahwa semua arisan itu halal atau sebaliknya.
Tetapi harus kita bedah terlebih dahulu satu per satu pada masing-masing
kasus.
a. Semua Harus Dapat Giliran Menang
Untuk membedakan antara arisan dengan perjudian, dalam arisan yang
halal, prinsipnya semua anggota harus dapat giliran menang. Sehingga pada
akhirnya tidak ada anggota yang untung atau rugi secara finansial,
karena uang mereka tidak bertambah dan tidak berkurang.
Untuk memudahkannya, mari kita buat ilustrasi sederhana. Anggaplah
ada sebuah permainan yang melibatkan tiga anggota. Hak dan kewajiban
anggota permainan adalah membayar sejumlah uang tertentu pada tiap
pengocokan.
Setelah dikocok, maka yang namanya keluar adalah pemenang dan dia
berhak mendapat uang dari ketiga anggota yang telah disetorkan.
Sampai disini, belum ada bedanya antara arisan dan perjudian. Dan
kalau hanya sekali saja pengocokan itu dilakukan, maka arisan ini tidak lain
adalah perjudian yang diharamkan.
Agar tidak haram, maka pengocokan itu harus berjalan sebanyak jumlah
anggota permainan, dimana sistem dan tata caranya memastikan bahwa
tiga orang pemain satu per satu harus mendapat giliran menang.
Maka yang namanya sudah keluar dan jadi pemenang, tidak boleh lagi
diikutkan dalam pengocokan. Sehingga dari tiga kali pengocokan,
keluarlah tiga pemenang yang berbeda.
Artinya dalam hal ini, fungsi pengocokan hanya sekedar menetapkan
siapa yang berhak mengambil hadiah duluan, dan bila sudah pernah menang,
dia tidak lagi berhak.
Sedangkan dalam sebuah perjudian, pemenang ditentukan dari hasil
pengocokan, namun si pemenang dimungkinkan untuk menang berkali-
kali. Maka disitulah letak titik perbedaan utama antara arisan yang halal dan
perjudian yang haram.
b. Nilai Setoran Tidak Boleh Berbeda Kemenangan
Arisan yang haram hukumnya adalah bila jumlah total uang yang
disetorkan berbeda dengan nilai yang didapat ketika menang.
Sebagai contoh misalnya, hadiah buat pemenang arisan nilainya
berubah-ubah pada tiap pengocokan. Pada pengocokan pertama, jumlah nilai bagi
pemenang ditetapkan sebesar 30 ribu rupiah, maka masing-masing anggota
dharuskan mengeluarkan uang 10 ribu rupiah.
Tiba-tiba pada pengocokan kedua, disepakati bahwa jumlah uang buat
pemenang diubah menjadi 45 ribu rupiah, sehingga masing-masing
anggota harus mengeluarkan uang 15 ribu rupiah. Dan pada pengocokan ketiga, disepakati bahwa uang buat pemenang ditetapkan hanya 24 ribu rupiah saja, sehingga masing-masing anggota cukup mengeluarkan uang sebesar 8 ribu.
Cara ini jelas haram hukumnya. Karena kalau kita kalkulasi secara total
dari awal hingga akhir, ada pihak yang untung dan ada yang rugi. Selama
tiga kali pengocokan, masing-masing anggota harus menyetorkan uang sebesar
10 ribu, ditambah 15 ribu dan 8 ribu, sama dengan 33 ribu. Tetapi uang yang diterima oleh masing-masing pemenang ternyata berbeda.
Pemenang yang mendapat giliran pertama mendapat 30 ribu, sedangkan
pemenang giliran kedua mendapat 45 ribu dan pemenang giliran ketiga
hanya mendapat 24 ribu. Cara ini 100% sama persis dengan perjudian, bahkan
sesungguhnya ini adalah perjudian itu sendiri. Dan hukumnya jelas
haram.
Maka hukum arisan qurban itu menjadi haram, bila pemenangnya
dipastikan mendapatkan kambing, yang harganya tiap tahun selalu berubah. Tahun
ini harganya 1,5 juta, boleh jadi tahun depan harganya naik menjadi 2 juta.
Dan tahun-tahun ke depan, harganya mungkin mencapai 3 juta.
Kalau mau halal, yang dijadikan hadiah bukan kambingnya, melainkan
uangnya. Dimana nilai uang itu tidak akan berubah tiap tahun.
Walau pun sebenarnya tetap saja arisan kambing qurban ini dirasa
riskan dan beresiko. Sebab arisan ini pastinya hanya dikosong setahun sekali, kalau
anggotanya ada 10 orang, maka akan terjadi hutang piutang yang jangka
waktunya cukup lama.
Walau pun nilai uangnya tiap tahun sama, 2 juta rupiah misalnya, tetapi
nilai 2 juta rupiah di tahun akan berbeda pada 10 tahun lagi. Dua juta ruiah di
tahun ini bisa untuk membeli kambing, sedangkan 10 tahun lagi, uang 2 juta
rupiah itu hanya bisa untuk membeli anak kambing.
Maka kalau mau aman, jangan arisan jangka panjang dengan menggunaka uang rupiah, tetap gunakan saja emas, atau mata uang asing yang lebih stabil seperti riyal atau dolar.
2. Berkurban Dengan Uang Hutang
Berquban dengan cara ikut arisan pada prinsipnya tidak lain adalah
berkurban tetapi dengan uang yang didapat dari hutang. Dengan pengecualian buat
pemenang giliran terakhir, dia tidak termasuk. Namun selain si pemenang
terakhir, mulai dari pemenang pertama, kedua dan seterusnya, masuk
hukumnya pada orang yang berkurban dengan uang hutang dari orang lain.
Pertanyaannya, bolehkah berkurban dengan uang hasil dari berhutang?
Jawabnya bahwa para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada
pihak yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
a. Membolehkan
Di antara pihak yang membolehkan berqurban dengan uang hasil hutang
adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At
Tsauri. Sufyan al-Tsauri rahimahullah mengatakan: “Dulu Abu Hatim
pernah berhutang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: “Apakah kamu
berhutang untuk membeli unta kurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah
berfirman:
ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﻴْﺮ
“Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta kurban tersebut).” (QS. Al Hajj: 36)
b. Tidak Membolehkan
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan
hutang dari pada berkurban. Artinya, tidak dianjurkan berhutang demi sekedar
melaksanakan penyembelihan hewan qurban yang hukumnya sunnah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Jika orang punya hutang maka
selayaknya mendahulukan pelunasan hutangnya daripada berkurban.” [1]
Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi
kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang,
dan beliau jawab, “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau
melunasi hutang orang yang faqir maka lebih utama melunasi hutang
tersebut, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat
dekat.” [2]
Sejatinya, pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan.
Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan
orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika
berqurban adalah untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang
atau untuk hutang yang jatuh temponya masih panjang.
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang
daripada kurban adalah untuk orang yang kesulitan melunasi hutang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi.
Dengan demikian, jika arisan kurban kita golongkan sebagai hutang yang
jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berkurban
dengan arisan adalah satu hal yang baik.
-----------------------------------------------------
[1] Syarhu-l Mumti’, jilid 7 hal. 455
[2] Majmu’ fatawa & Risalah Ibn Utsaimin, jilid 18 hal. 144
oleh: Ahmad Sarwat, Lc
Ada lagi pola berqurban yang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat,
yaitu arisan qurban. Fenomena ini cukup banyak terjadi akhir-akhir ini.
Tujuannya tentu untuk ibadah, tetapi bagaimana dengan hukumnya, tentu
harus dibahas dengan lebih teliti.
Setidaknya ada dua hal yang perlu dibahas. Pertama, hukum arisan itu
sendiri, ada yang halal dan ada yang haram. Kedua, hukum menyembelih hewan
qurban dengan uang hutang.
1. Hukum Arisan
Prinsipnya, kalau sistem dan tata cara arisan itu halal, maka hukumnya
cenderung jadi halal juga. Sebaliknya, bila sistem arisannya haram, karena
mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat Islam, maka arisan
Qurban pun hukumnya haram juga.
Ada begitu banyak sistem dan tata cara arisan, kita tidak bisa langsung
mengeluarkan vonis bahwa semua arisan itu halal atau sebaliknya.
Tetapi harus kita bedah terlebih dahulu satu per satu pada masing-masing
kasus.
a. Semua Harus Dapat Giliran Menang
Untuk membedakan antara arisan dengan perjudian, dalam arisan yang
halal, prinsipnya semua anggota harus dapat giliran menang. Sehingga pada
akhirnya tidak ada anggota yang untung atau rugi secara finansial,
karena uang mereka tidak bertambah dan tidak berkurang.
Untuk memudahkannya, mari kita buat ilustrasi sederhana. Anggaplah
ada sebuah permainan yang melibatkan tiga anggota. Hak dan kewajiban
anggota permainan adalah membayar sejumlah uang tertentu pada tiap
pengocokan.
Setelah dikocok, maka yang namanya keluar adalah pemenang dan dia
berhak mendapat uang dari ketiga anggota yang telah disetorkan.
Sampai disini, belum ada bedanya antara arisan dan perjudian. Dan
kalau hanya sekali saja pengocokan itu dilakukan, maka arisan ini tidak lain
adalah perjudian yang diharamkan.
Agar tidak haram, maka pengocokan itu harus berjalan sebanyak jumlah
anggota permainan, dimana sistem dan tata caranya memastikan bahwa
tiga orang pemain satu per satu harus mendapat giliran menang.
Maka yang namanya sudah keluar dan jadi pemenang, tidak boleh lagi
diikutkan dalam pengocokan. Sehingga dari tiga kali pengocokan,
keluarlah tiga pemenang yang berbeda.
Artinya dalam hal ini, fungsi pengocokan hanya sekedar menetapkan
siapa yang berhak mengambil hadiah duluan, dan bila sudah pernah menang,
dia tidak lagi berhak.
Sedangkan dalam sebuah perjudian, pemenang ditentukan dari hasil
pengocokan, namun si pemenang dimungkinkan untuk menang berkali-
kali. Maka disitulah letak titik perbedaan utama antara arisan yang halal dan
perjudian yang haram.
b. Nilai Setoran Tidak Boleh Berbeda Kemenangan
Arisan yang haram hukumnya adalah bila jumlah total uang yang
disetorkan berbeda dengan nilai yang didapat ketika menang.
Sebagai contoh misalnya, hadiah buat pemenang arisan nilainya
berubah-ubah pada tiap pengocokan. Pada pengocokan pertama, jumlah nilai bagi
pemenang ditetapkan sebesar 30 ribu rupiah, maka masing-masing anggota
dharuskan mengeluarkan uang 10 ribu rupiah.
Tiba-tiba pada pengocokan kedua, disepakati bahwa jumlah uang buat
pemenang diubah menjadi 45 ribu rupiah, sehingga masing-masing
anggota harus mengeluarkan uang 15 ribu rupiah. Dan pada pengocokan ketiga, disepakati bahwa uang buat pemenang ditetapkan hanya 24 ribu rupiah saja, sehingga masing-masing anggota cukup mengeluarkan uang sebesar 8 ribu.
Cara ini jelas haram hukumnya. Karena kalau kita kalkulasi secara total
dari awal hingga akhir, ada pihak yang untung dan ada yang rugi. Selama
tiga kali pengocokan, masing-masing anggota harus menyetorkan uang sebesar
10 ribu, ditambah 15 ribu dan 8 ribu, sama dengan 33 ribu. Tetapi uang yang diterima oleh masing-masing pemenang ternyata berbeda.
Pemenang yang mendapat giliran pertama mendapat 30 ribu, sedangkan
pemenang giliran kedua mendapat 45 ribu dan pemenang giliran ketiga
hanya mendapat 24 ribu. Cara ini 100% sama persis dengan perjudian, bahkan
sesungguhnya ini adalah perjudian itu sendiri. Dan hukumnya jelas
haram.
Maka hukum arisan qurban itu menjadi haram, bila pemenangnya
dipastikan mendapatkan kambing, yang harganya tiap tahun selalu berubah. Tahun
ini harganya 1,5 juta, boleh jadi tahun depan harganya naik menjadi 2 juta.
Dan tahun-tahun ke depan, harganya mungkin mencapai 3 juta.
Kalau mau halal, yang dijadikan hadiah bukan kambingnya, melainkan
uangnya. Dimana nilai uang itu tidak akan berubah tiap tahun.
Walau pun sebenarnya tetap saja arisan kambing qurban ini dirasa
riskan dan beresiko. Sebab arisan ini pastinya hanya dikosong setahun sekali, kalau
anggotanya ada 10 orang, maka akan terjadi hutang piutang yang jangka
waktunya cukup lama.
Walau pun nilai uangnya tiap tahun sama, 2 juta rupiah misalnya, tetapi
nilai 2 juta rupiah di tahun akan berbeda pada 10 tahun lagi. Dua juta ruiah di
tahun ini bisa untuk membeli kambing, sedangkan 10 tahun lagi, uang 2 juta
rupiah itu hanya bisa untuk membeli anak kambing.
Maka kalau mau aman, jangan arisan jangka panjang dengan menggunaka uang rupiah, tetap gunakan saja emas, atau mata uang asing yang lebih stabil seperti riyal atau dolar.
2. Berkurban Dengan Uang Hutang
Berquban dengan cara ikut arisan pada prinsipnya tidak lain adalah
berkurban tetapi dengan uang yang didapat dari hutang. Dengan pengecualian buat
pemenang giliran terakhir, dia tidak termasuk. Namun selain si pemenang
terakhir, mulai dari pemenang pertama, kedua dan seterusnya, masuk
hukumnya pada orang yang berkurban dengan uang hutang dari orang lain.
Pertanyaannya, bolehkah berkurban dengan uang hasil dari berhutang?
Jawabnya bahwa para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada
pihak yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
a. Membolehkan
Di antara pihak yang membolehkan berqurban dengan uang hasil hutang
adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At
Tsauri. Sufyan al-Tsauri rahimahullah mengatakan: “Dulu Abu Hatim
pernah berhutang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: “Apakah kamu
berhutang untuk membeli unta kurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah
berfirman:
ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﻴْﺮ
“Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta kurban tersebut).” (QS. Al Hajj: 36)
b. Tidak Membolehkan
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan
hutang dari pada berkurban. Artinya, tidak dianjurkan berhutang demi sekedar
melaksanakan penyembelihan hewan qurban yang hukumnya sunnah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Jika orang punya hutang maka
selayaknya mendahulukan pelunasan hutangnya daripada berkurban.” [1]
Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi
kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang,
dan beliau jawab, “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau
melunasi hutang orang yang faqir maka lebih utama melunasi hutang
tersebut, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat
dekat.” [2]
Sejatinya, pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan.
Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan
orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika
berqurban adalah untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang
atau untuk hutang yang jatuh temponya masih panjang.
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang
daripada kurban adalah untuk orang yang kesulitan melunasi hutang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi.
Dengan demikian, jika arisan kurban kita golongkan sebagai hutang yang
jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berkurban
dengan arisan adalah satu hal yang baik.
-----------------------------------------------------
[1] Syarhu-l Mumti’, jilid 7 hal. 455
[2] Majmu’ fatawa & Risalah Ibn Utsaimin, jilid 18 hal. 144
0 komentar:
Post a Comment
Salam hangat....
Komentar anda adalah tanda jabat erat persahabatan di antara kita.